Sebetulnya judulnya agak lebay sih... Cuma
sekadar menggambarkan bahwa cerbung RUANG KETIGA yang baru tayang pada episode awal, pada mulanya saya pikir penggarapannya
agak mudah karena ‘hanya’ berupa side
story, ternyata memasuki episode pertengahan membuat saya cukup
kalang-kabut mencari referensi yang jauh lebih njlimet daripada cerita ‘utama’ yang sudah pernah tayang.
Pelajaran yang saya dapat : JANGAN PERNAH MENYEPELEKAN HAL YANG KELIHATANNYA
SEDERHANA.
Entah apa yang ada di pikiran saya, kok
sampai berani-beraninya memasukkan unsur budaya Jawa (Tengah) yang saya awam
banget karena saya berasal dari Jawa Timur (sama-sama Jawanya tapi sudah lain cerita).
Suami saya memang berasal dari Jawa Tengah, tapi untuk urusan adat dan budaya
yang (dirasanya) agak rumit, dia angkat tangan. Yang jelas, karena cerita
‘utama’-nya dulu ‘sudah seperti itu’ setting-nya,
maka cerita yang baru pun harus mengikuti juga. Dan buat saya pribadi, kayaknya
asyik juga menerima tantangan untuk belajar lagi, serta menggali informasi dan
mengumpulkan referensi yang perlu untuk penulisan cerbung ini. Pakem buat saya
tetap satu : IDE BOLEH GILA, TULISAN BOLEH FIKSI ABISSS, TAPI REFERENSI JANGAN SAMPAI
NGAWUR DAN MALAS MENCARI!
Pada perjalanan selanjutnya, saya juga cukup
dibikin puyeng oleh catatan kaki. Penambahan catatan kaki saya lakukan secara
manual per episode (tiap tayang per episode, catatan kakinya berawal dari nomor
1 lagi). Kalau cuma 1, 2, atau 3 catatan sih keciiil... Tapi kalau sudah
mencapai belasan, puyengnya dijamin kuadrat. Apalagi setelah cerita per episode
itu dibaca ulang, maksud hati ingin merevisi, harus ditambah-kurang sana-sini
sebelum tayang, harus ada istilah ‘asing’, maka catatan kaki otomatis harus
dibongkar lagi, harus menyisipkan lagi nomor baru yang mutlak harus cocok
dengan nomor di badan cerita.
Tapi sungguh, pengetahuan saya jadi bertambah
dengan menulis cerbung ini. Jadi kenal berbagai jenis jamu tradisional
sekaligus bahan dan khasiatnya, bahkan nama latin beberapa bahan jamu itu. Jadi
sedikit tahu prosesi lengkap pernikahan adat Jawa (Tengah), beserta
filosofinya, juga bagian-bagian yang bisa di-skip demi kepraktisan tanpa mengurangi makna keseluruhan dari
upacara itu. Jadi tahu perbedaan paes
(riasan) pengantin gaya Solo dan Jogja. Dan masih banyak lagi.
Puas? Cukup. Mungkin ada banyak hal yang
dirasa meleset oleh pembaca yang betul-betul paham budaya Jawa. Mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Sekaligus mohon bantuan informasi agar detil yang terserak
dalam cerbung RUANG KETIGA betul-betul akurat.
Tak lupa saya mengucapkan TERIMA KASIH YANG
SEBESAR-BESARNYA KEPADA BUNDA ENGGAR atas teguran dan arahan pada pemakaian
bahasa di episode pertama. Juga atas informasi yang sangat berguna untuk memperkuat
setting. Soal pemakaian bahasa yang
‘salah’ itu saya terpaksa ngeles, karena dari teguran itu saya justru menemukan
bahwa ‘ada kasus’ yang makin menyatakan bahwa ada ‘situasi yang berbeda dan
luar biasa’ dalam cerita ini *halah ruwet!* Semoga kengototan saya ngeles nggak
membuat saya diacungi ulegan, dilempar bakiak, dan dipancung oleh Bunda Enggar.
Di luar itu, masih banyak lagi detil kebudayaan
daerah yang bisa digali. Mungkin nanti dalam cerita yang lain. Yang jelas,
dalam menulis, walaupun hanya berupa fiksi sekalipun, TAK BOLEH ADA KATA MALAS.
Malas cari referensi yang melimpah di internet, malas membuka blog-blog lain
yang mungkin menyajikan detil informasi yang bisa dijadikan referensi, malas
memahami apapun yang bisa dijadikan bahan referensi, malas membaca ulang cerita
utama (bila yang ditulis adalah side
story), malas untuk mengolah semua ‘hasil perburuan’ yang sudah tergenggam
di tangan dan ada di depan mata, malas membayangkan, malas berimajinasi, malas
untuk teliti, malas untuk bertanya pada ahli yang berkompeten (kalau ada)
terhadap suatu profesi/situasi sebelum mulai menulis. Kalau yang nulis saja belum-belum
sudah malas, mau disuruh gimana yang baca hasilnya coba? Malas mikir dan
mengandalkan orang lain yang disuruh mikir, apa ya cuma bondho gituan thok terus
bisa hidup sentosa selamanya, gitu? *iki ngomong opo seh? ngelantur!*
Anyway,
suatu cerita pasti mengandung ketidakpuasan dari tiap sisi pembaca. Ada yang
mendukung begini, eh... ternyata jadinya begono. Ingin ending seperti itu, ternyata jadinya seperti ini. Dan masih banyak
lagi. Walaupun demikian, seorang penulis (yang amatiran sekalipun kayak saya)
pasti ingin menyajikan yang terbaik buat pembaca (walaupun gratisan via blog
pribadi) tanpa kehilangan fokus pada alur cerita yang diinginkannya dari awal.
Akhir kata, selamat menikmati cerbung RUANG
KETIGA dengan segala kekurangannya. Semoga terhibur. Semoga nggak kapok datang
ke Fiksi Lizz.
Oh ya, satu lagi! Melalui tulisan ini, SAYA
INGIN BERTERIMA KASIH KEPADA SEMUA PEMBACA YANG SUDAH BERKENAN BERKUNJUNG KE
FIKSI LIZZ. Setelah penayangan cerbung CUBICLE kemarin saya sempat menyatakan LIBUR
SEMINGGU tanpa ada tayangan baru. Ternyata hal itu BERPENGARUH BESAAARRR pada
penambahan hit klik di Fiksi Lizz. Kalau saya rajin menayangkan fiksi baik
cerbung, cerpen lepas, maupun cerpen stripping,
pengunjung Fiksi Lizz MINIMAL menghasilkan 800 KLIK PER HARI (bahkan pernah
melambung ke angka 1400an), maka ketika saya libur tayang (meskipun di belakang
layar tetap menulis) hit klik di Fiksi Lizz hanya sekitar 300-400 saja per
hari. Terjun bebas, hehehe... Sekali lagi, TERIMA KASIH, dan semoga apa yang
tersaji di Fiksi Lizz nggak mengecewakan Pembaca.
Selamat siang...
pokoke..salut buat mbak Lis.......semangat terusss mbak....
BalasHapusWakakak... Makasiiih, Mbaaak,,, *salto*
Hapusikut mbak Sri ah , ayo semangat he he
BalasHapusHahaha... Semangat kok, Pak, pake banget. Stok tayangan yang sudah terjadwal sudah sampai episode #8. Makasih, Pak...
HapusWis pokoke apapun bentuknya kalau sing nulis njenengan bakalan tak enteni saben senen kemis... Seminggu prei terasa ada yang hilang di hidupku...#lebay akut
BalasHapusKalo terlalu ditunggu takutnya mengecewakan, Mbak...
HapusMakasih mampirnya ya...
Hwadduuuuhhhh .....
BalasHapusSing ngumbulke kok lee tenanan. Mari kui nyungsep .
Bund hanya ferotes sing dirasa ora sreg kok. Sekedar meluruskan.
Hahaha... *ngintip dulu*
HapusIya, Bun, episode pengeyelannya ada di #2 hihihi...
Mmmuuuaaahhh...
Bunda Enggar sabar kok mbak...tenang ae..paling mung dibalang mendhol..eh
HapusWakakak... wareeeggg...
HapusNuwus mampire, Mbak...
Sllu total. Salut! (C)
BalasHapusMaturnuwun, Mas...
Hapussepakat, Mbak. Ide boleh gila tapi referensi harus valid :)
BalasHapusHehehe... Sip!
HapusMakasih mampirnya, Mas...
Setelah berkecimpung di dunia fiksi saya baru sadar klo ngarang fiksi nggak mudah. Perlu banyak referensi. Empat jempol utk mbak Lis yang selalu total berkarya.
BalasHapus