Rabu, 22 April 2015

FIKSI, Kibulan Terstruktur









Suka ngibul? Alias ngowos tanpa guna? Alias nggedabrus? Alias nggombal mukiyo? Alias berasumsi ngawur? Mulai saja untuk belajar menulis fiksi.

Tapi HARAP DIINGAT, bahwa tidak semua penulis fiksi adalah tukang ngibul, tukang ngowos, tukang nggedabrus, ataupun tukang nggombal mukiyo. Bedanya penulis fiksi dengan 'tukang-tukang nggak keruan tersebut di atas’ itu adalah :


- PENULIS FIKSI SENGAJA mengembangkan imajinasi yang dimiliki untuk BERCERITA atau menggambarkan sesuatu keadaan DALAM DUNIA FIKTIF, dengan TUJUAN (di antaranya) MENGHIBUR ORANG LAIN atau MENGUNGKAPKAN PERASAAN.

- ‘TUKANG-TUKANG ITU’ SENGAJA mengibulkan atau mengowoskan atau menggedabruskan atau menggombalmukiyokan atau mengasumsingawurkan mimpi-mimpi tak nyatanya, imajinasi tak terjangkaunya, khayalan hidup tak sampainya dan MENJALIN CERITA-nya di DUNIA MAYA ATAU NYATA, dengan TUJUAN (di antaranya) MENCARI MUKA (entah mukanya tercecer di mana), MENCARI SIMPATI (mungkin dia lelah dicuekin), MENCARI PERHATIAN (mungkin dia kesel nggak pernah diperhatiin).

HARAP DIINGAT JUGA, bahwa tidak semua penulis non-fiksi adalah ‘tukang-tukang kurang kerjaan’ itu. Bejibun banget penulis non-fiksi yang benar-benar cerdas memaparkan buah pikiran ataupun ungkapan perasaannya TANPA HARUS ngibul, ngowos, nggedabrus, nggombal mukiyo, ataupun berasumsi ngawur.

Dan fiksi adalah kibulan terstruktur? Kok bisa?

Sudah jelas kan, bahwa sebuah fiksi pun mengandung judul, pembuka, konflik, dan penutup. Penulisan fiksi juga mengikuti pakem sebuah karya tulis yang harus mengandung kata-kata yang membentuk kalimat, kalimat-kalimat yang membentuk paragraf, paragraf-paragraf yang membentuk bagian atau adegan, dan bagian-bagian atau adegan-adegan terpisah yang pada akhirnya membentuk satu kesatuan cerita yang utuh supaya runtut, enak dibaca dan nggak nyambung hajar bleh dari awal sampai akhir.

Dan sebuah fiksi, sengawur apapun imajinasi yang hendak diungkapkan, tentu saja nggak lepas dari banyak detil, data, setting, yang bisa jadi nyata sifatnya. Bukan berarti mentang-mentang menulis fiksi lantas semua hal bisa diawur boi tanpa menyentuh referensi sama sekali. Apa tujuannya? Supaya fiksi itu terkesan senyata mungkin. Bahkan fiksi yang bersifat fantasi sekalipun. Sehingga pembaca pun bisa ‘terseret masuk’ ke dalam dunia fiktif yang hendak dibangun penulisnya.

Itulah enaknya bermain di dunia fiksi. Bukannya memaksa diri mengkhayal di dunia nyata dan menghasilkan tulisan dalam bentuk artikel non-fiksi yang ternyata 1000% ngawur semua. Apa nggak malu ketahuan kalo ngawur? Daripada gitu sekalian aja nyemplung di dunia fiksi. Ngawur-ngawur masih bisa dimaklumi. “Lha wong fiksi kok, situ mau apa?” Kan enak kalo bisa ngeles gitu, hihihi... *ngikik kuntil* Lha kalo jenisnya aja artikel non-fiksi, ketahuan ngawurnya, ndabrusnya, nggombal mukiyonya, ngibulnya, mo ngeles kayak gimana coba? Kecuali kalo urat malunya udah putus, waaah... ya nggak tau lagi deh!

Di luar sana masih banyak oknum yang apriori dan meremehkan dunia fiksi. Dikiranya nulis fiksi itu guampang karena ngawurnya 1000%. Mungkin dia berpikir begitu karena sudah biasa berpikir dan menulis artikel non-fiksi secara ngawur juga. Nggak apa-apa sih, silakan aja pikiran salah itu dipiara sendiri. Kalo istilah saya : “pek-pek’en dhewe dogolmu”, alias milikilah sendiri dudulmu.

Masih banyak orang lurus di dunia ini. Yang masih bisa saling menghormati, menghargai, dan nggak mengambil keuntungan dari keberadaan orang lain.

Bagi para penulis fiksi, berbangga dan berbahagialah karena sejak awal sudah berniat menghibur orang lain dengan ngibul di dunia fiksi, bukan ngadalin orang lain di dunia maya ataupun nyata. Bagi para penulis artikel non-fiksi yang menulis dalam kesatuan otak dan hati yang baik, tulus, dan lurus untuk berbagi, SALUT!

Salam...


* * * * *


5 komentar:

  1. wkwkkwk ngakak moco istilah nggedabrus sama ngowos...

    lha bikin fiksi klo aku mikir nama tokoh e aja suwi kok apa lagi jalan ceritanya wkwkkwkwk

    BalasHapus
  2. Cuma mau bilang, makasih ya sudah menghibur bu guru ini... hihihihi... makanya I love you always....

    BalasHapus
  3. Jadi kalu dipikir2, penulis itu juga bisa disebut entertainer ya... :)

    BalasHapus
  4. "...bukan ngadalin orang lain di dunia maya ataupun nyata..."
    Hahaha

    BalasHapus
  5. Mbaaak...baru sekali ini kesini...waah hebaaaat...aku satu blog aja ngisinya jarang-jarang...mbak Lizz malah punya tiga...wah...wah...

    BalasHapus